Oleh Akhmad Darus, Budayawan (Sanggar Seni Teng n Tinkerbell, Kecamatan Rubaru-Sumenep
/5/ Busana
Busana yang dipakai merupakan busana yang sangat
khusus yang hanya dipakai oleh topeng dhalang antara lain :
a.
Kolo (Mahkota)
tutup kepala yang mempunyai lima jenis bentuk.
b.
Rambut (sebagai pengganti
rambut sebatas pinggang).
c.
Rambai
d.
Kalong (dipakai di
leher)
e.
Klat bahu / klab
lengngen (gellang)
f.
Bangbang (dari kulit)
dipakai di punggung
g.
Sabbu’ (ikat
pinggang)
h. Rape’ (ada 2 versi rape’) , pakaian pokok topeng.
i.
Celana sebatas
lutut
j.
Kaos kaki sebatas
lutut
k. Gungseng
l.
Selendang dan keris
m.
Kemben dari kain
panjang untuk peran putri
/6/ Struktur
Sebagai
awal dari tanda dimulainya sebuah acara pagelaran topeng dhalang terdapat beberapa
bentuk tarian lepas yang dipergunakan sebagai tari pembuka sebelum ki dalang
memulai ceritranya.
§ Tari Gambuh Tameng dan Klono Tunjung Seto untuk
topeng versi topeng Slopeng kecamatan Dasuk.
§ Topeng Branyak atau topeng putri untuk versi
Kalianget.
Sedangkan
untuk dekorasi kelir (kelmbu) yang pada awalnya hanya memakai cukup 1 lembar
dengan 2 pintu kiri dan kanan, pada umumnya pagelaran topeng dhalang sekarang
ini sudah memakai dengan pilar-pilar beberapa lembar kelambu (kelir) yang
mempunyai 2 pintu yang tertutup kelambu.
/7/ Topeng Pangrokat Sebagai Media Informasi
Dalam rangka
pelestarian dan pengembangan budaya daerah, kami merasa tertarik untuk mengangkat kembali salah satu budaya
kesenian “Topeng pangrokat sebagai media informasi yang sangat komplek
dan penuh dengan nilai – nilai kepribadian”.
Topeng pangrokat merupakan sebuah
pagelaran topeng yang khusus untuk melakukan ritual Rokat Pandhaba bagi
seseorang yang termasuk golongan orang-orang pandhaba.
Tujuan rokat pandhaba ini dalam
rangka mencari keselamatan atau memberikan sugesti pada yang dirokat
untuk lebih percaya diri dalam rangka mengatasi gangguan yang akan menimpanya
yang lebih dikenal dengan istilah
“Betara Kala”.
Beberapa persyaratan yang harus
disediakan, segalanya mengandung arti atau makna yang sangat sesuai dengan
tatanan atau tuntunan kehidupan sebagai masyarakat social. Persyaratan itu
antara lain:
1. Nase’ Teppeng:
Nasi yang dimasak menggunakan “Rabunan” dan dibawa dengan tempatnya.
2. Topa’ leppet :
Yang diartikan dengan prilaku manusia “Teppa’ lopot”
3. Kue serabi
setinggi orangnya (orang yang akan dirokat): Melambangkan bahwa agar ingat
bahwa manusia akan mengalami kematian.
4. Jagung dan padi
(mewakili 1000 biji): sebagai kebutuhan pangan yang selalu dibutuhkan.
5. Madu (Mewakili
1000 macam bunga) : sebagai perlambang agar dapat menjadi orang yang bisa diterima dan disenangi semua pihak
6. Garam
(Mewakili 41 macam air sumber) : Sebagai
perlambang agar dapat menerima semua inspirasi orang banyak akan tetapi dapat
menghasilkan sesuatu yang bermanfaat.
7. Pohon pisang
lengkap dengan buahnya : sebagai perlambang agar bisa berkorban untuk
kepentingan orang banyak.
Sedangkan persyaratan lainnya yang
berlaku dikalangan masyarakat dapat dimusyawarahkan kelengkapannya dengan sang
dalang. Dalam pagelaran ini kemampuan seorang dalang sangat berperan untuk
menjelaskan arti dari semua persyaratan termasuk dalam rangka menghubungkan
dengan keadaan zaman masa kini.
Lebih penting lagi ketika seorang dalang
menjalankan lakon antara Batara Kala dan Pandhaba ketika Sang Betara
Kala mengejar untuk memangsa “Pandhaba”. Pada
waktu itu banyak sekali simbol-simbol kehidupan yang dapat dijelaskan sesuai dengan apa yang akan dikondisikan
dengan situasi informasi yang akan disampaikan kepada masyarakat yang
mengandung unsur: larangan, anjuran, kewajiban
dan lain sebagainya, seperti contoh: Ketika Betara Kala sedang mengejar Pandhaba
terhalang tali jemuran (sampayan) yang dipasang orang di sembarang tempat
dengan melintang searah matahari, maka timbulah sumpah Betara Kala “Barang
siapa membuat tali jemuran di sembarang tempat dengan melintang arah matahari
itu akan menjadi musuhku selamanya”.
Dengan
peristiwa ini akan timbul sebuah informasi berbagai makna yang terkandung di dalamnya.
Masih banyak peristiwa lainya yang sangat sarat mengandung makna kehidupan yang
dapat dipetik dalam perjalanan Batara Kala untuk menangkap pandhaba.
/8/
Cerita Panji dalam Topeng Dalang Madura
Masyarakat Madura
dikenal mempunyai beraneka ragam sifat, yang salah satunya adalah sifat
kefanatikannya terhadap tokoh, daerah, dan lainnya. Hal itu terbawa pula pada
nama tokoh dan nama daerah yang ada dalam cerita yang dibawakan pula saat
pertunjukan topeng dalang. Seperti halnya Tokoh Baladewa, Raja dari Mandura itu
seolah dianggap seorang raja yang pernah memimpin Madura.
Begitu pula nama tokoh dalam
ceritera Panji yang lebih dikenal dengan cerita Raden Wijaya Kusuma dari Polo
Salaka. Konon putri raja Panjalu dalam pengembaraannya pernah singgah di Polo
Salaka, salah satu daerah kekuasaan kerajaan Panjalu yang kemudian dikenal
dengan putri Sekar Sari (Sukasari). Dan kemudian di Polo Salaka itulah Dewi
Sukasari bertemu kembali dengan Raden Panji Wijaya Kusuma.
Pada awalnya ceritera Polo Salaka
ini sering dibawakan dalam Pagelaran Topeng Dalang Madura yang ada di Sumenep.
Namun akhir – akhir ini sudah jarang dilakonkan, kecuali ada permintaan dari
yang punya hajat utamanya dalam acara pesta perkawinan.
Tetapi untuk organisasi topeng
dalang versi Kecamatan Dasuk (Slopeng) ceritera ini masih sering di pagelarkan.
Sedangkan nama daerah yang ada dalam
ceritera ini masih sangat melekat dalam masyarakat Madura, seperti Polo
Salemar, Sukasari, dll.
Dari cerita itulah timbul beberapa
nama tempat yang dihubungkan dengan kejadian yang ada hubungannya dengan cerita
tersebut seperti tempat untuk bersenang – senang (Pasean), tempat putri sekar
sari dikenal dengan nama Suka Sari dsb.
Kemudian dari cerita polo Salaka itu
banyak berkembang cerita lain yang sumbernya dari Polo Salaka. Seperti halnya :
Cerita Lembu Suro dan Maisa Suro, Perjalanan Sekar Sari, Hilangnya Putri Sekar
Sari, Raden Panji Wijaya Kusuma, Tapengsor, Prahara Polo Salaka, dan lain-lain.
1 Komentar
Sehat selalu, Ayah..
BalasHapus