Oleh : Widayanti Rose
Keluarga Rama
tiba-tiba riuh. Ibu marah melihat Rama yang hanya uring-uringan di ranjang.
“Rama, ayo bangun.
Sudah siang ini. Kamu harus sekolah.” Ucap Ibu di samping ranjang Rama.
Rama diam saja
dengan memeluk guling kesayangan
berwarna biru.
“Ayo Rama. Nanti
kamu telat.” Desak Ibunya lagi.
Rama diam saja,
Ibu makin geram. Tidak biasanya Rama bersikap seperti ini.
“Ayo bangun lalu
mandi!” Ibu menarik tangan Rama untuk mengajaknya mandi, tapi tak sedikit pun
ia beranjak.
“Kamu kenapa
sih?”
Rama
menenggelamkan mukanya pada guling yang dia peluk, seperti orang sedang
ketakutan.
“Kamu sakit?
Ha?”
Sumber: https://ottypangastuti.wordpress.com/2011/06/14/ndusel-ndusel/
Tangan Ibu
memegang kening Rama. Tak terasa panas. Lalu kenapa dia tidak mau ke sekolah?
“Ayo bicara, apa ada yang menggangguku di
sekolah?”
Pelukan Rama
semakin erat. Tangannya menepis guling.
Ibu semakin
heran pada sikap Rama yang begitu aneh. Berbagai cara telah dilakukan untuk
membujuknya bangun dan segera ke sekolah.
Sia-sia.
Rama tetap saja
menyembunyikan wajahnya di guling.
Ibu merasa ada
yang aneh pada anak semata wayangnya ini. Apalagi saat dia membawakan sarapan
ke kamar, Rama semakin histeris.
“Ulat
ulaaaat...! Aku gak mau makan.” Teriaknya sambil menyembunyikan kembali
wajahnya.
Ibu semakin
bingung. Seharian ini Rama tak makan dan minum sedikit pun.
Mereka hanya
tinggal berdua di rumah itu. Akhirnya Ibu meminta bantuan Ustadz Badrun
dan Bu Masti tetangganya.
Ustad Badrun
dikenal sebagai orang yang sering mengobati pasapaen.
Keduanya datang
melihat keadaan Rama yang masih terbaring di ranjang.
“Sejak kapan dia
begini Bu?” Tanya Ustadz Badrun
“Setelah bangun
tidur dia seperti ini, Ustadz.”
Ibu menceritakan
bagaimana awal Rama menjadi seperti ini. Dia juga mengingat-ingat kejadian di
hari sebelumnya.
“Kemarin
sepulang sekolah dia gak mau diajak makan, padahal paginya dia tidak
sempat sarapan karena berangkat pagi. Katanya dia sudah makan di sekolah.” Kata
Ibu menjelaskan.
“Biasanya dia
main sama temannya, tapi kemarin hanya diam saja di rumah. Duduk termenung di
teras.” Kembali Ibu bercerita.
Ustadz Badrun
menyimak, sambil duduk di tepi ranjang. Ia memegang kening Rama sambil
membacakanshalawat .
“Ulat. Ulat
Paman Badrun..!” Tiba-tiba Rama berteriak pada Ustadz Badrun di
sampingnya.
Ustadz
Badrun memegang tangannya dan menenangkan Rama.
Beberapa saat
kemudian, Rama diam dan melepas guling yang dari tadi di peluknya.
“Ceritakan pada
paman. Apa yang sebenarnya menimpamu.” Ucap Ustadz Badrun seraya mengusap muka
Rama pelan.
Rama mulai
terisak. Dia menangis sesenggukan.
“Maafkan Rama.
Rama yang salah. Hu hu..” Jawabnya masih dengan tangis.
Ustadz
Badrun membiarkan Rama menuntaskan tangisnya. Setelah tenang, dia mulai
bertanya lagi.
“Kenapa kamu
minta maaf, kesalahan apa yang kamu lakukan?” Tanya Ustadz Badrun lemah lemBut.
“Jangan marah
sama Rama ya, Bu.” Rama melihat ke arah Ibunya yang masih panik di tepi
ranjang.
“Ibu gak
akan marah Rama, kamu cerita ada apa?” Jawab Ibu.
“Kemarin, ...”
Kembali Rama terisak,
Setelah tenang,
dia kembali membuka suara.
“Rama menemukan
uang di kelas saat piket, dua rIbu. Awalnya saya letakkan di kotak temuan, tapi
Rama ambil lagi dan membelikannya makanan.”
Ibu dan Bu Masti
saling pandang.
“Rama salah, Bu,
huhu..” Kembali Rama terisak.
Ibu menghampiri
Rama dan memeluknya erat.
“Kemarin Rama gak
mau diajak makan, karena Rama sudah kenyang dengan uang yang Rama temukan. Tapi
tadi malam..”
Rama berhenti
bercerita sejenak.
“Tadi malam Rama
mimpi, Bu. Rama mimpi makan nasi goreng kesukaan Rama. Rasanya enak sekali.
Rama melahapnya dengan nikmat. Tapi setelah nasi tinggal separuh, tiba-tiba
nasinya menjadi ulat semua, Bu.”
Rama mempererat
pelukannya pada Ibu.
Ibu membelai rambut
Rama dengan penuh kasih sayang. Akhirnya dia mengerti kenapa sejak bangun tidur
Rama menjadi ketakutan.
“Begitulah,
Nak.Sebetulnya mimpimu itu sebagai peringatan karena kamu telah makan dari uang
yang bukan milikmu.” Kembali Ibu membelai rambut Rama.
“Ya Rama,
walaupun hanya dua ribu tapi bukan karena besar kecilnya. Itu adalah uang
haram. Jika kamu memakannya, sama dengan kamu makan ulat seperti dalam
mimpimu.” Kata Ustadz Badrun memberi nasihat.
“Maafkan aku
Ibu, Paman. Aku salah. Aku janji akan mengembalikan uangnya pada Bu guru dan
minta maaf.”
Ibu mengajak
Rama untuk bangun. Rama akhirnya mau mandi, membersihkan tubuhnya setelah
seharian hanya tidur di ranjang.
Dia pun mau
makan nasi yang disediakan Ibu tanpa merasa takut menjadi ulat seperti dalam
mimpinya.
Keesokan
harinya, Rama telah bersiap ke sekolah. Dia menerima uang dua lembar dua ribuan
dan satu logam seribuan dari Ibu.
“Ini dua ribu
untuk mengganti uang yang kemarin kamu ambil nak. Dan sisanya untuk uang jajan
kamu.” Ucap Ibu saat Rama bersalaman.
“Ibu, uang dua
ribu ini saya kembalikan pada Bu Guru. Dan ini sisanya aku kembalikan, hari ini
aku gak usah dapat uang jajan Bu.” Rama menyodorkan kembali sisa uangnya
pada Ibu.
“Gak
apa-apa, Nak. ini sebagai ucapan terima kasih karena kamu mau mengakui
kesalahanmu. Bawa saja.” Ibu meletakkan kembali ke dalam saku Rama.
Rama pun
berangkat sekolah dengan berjalan kaki.
Sesampainya di
sekolah, dia langsung menemui Bu Yanti di ruang guru untuk mengembalikan uang
yang kemarin diambilnya.
Bu guru
berterima kasih dan memuji keberanian Rama untuk meminta maaf.
1 Komentar
Keren
BalasHapus