Makna muncul dari sebuah kata. Kepahaman juga berasal dari makna yang kata susun secara benar. Walaupun dari sebuah kata dapat terbit beberapa makna, tapi untuk menimbulkan makna tersebut organ penyusun kata menjadi syarat utama lahirnya makna.
Sebelum kata terbentuk dan
bermakna, ada beberapa tahap penyusunan. Mulai dari huruf, suku kata, kemudian
berarti menjadi kata. Untuk membentuk makna yang lebih tebal dan padat, kata
kemudian termodifikasi dari awalan, sisipan, dan akhiran. Pada tahapan yang
lebih rumit, kumpulan kata-kata menjadi satu kata melalui proses metamorfosis
misal akronim.
Ketika mengintip obrolan berupa
pesan singkat, banyak ditemukan pemerkosaan kata, manipulasi kata. Ada yang
dipenggal, ada yang sekedar disingkat, bahkan ada yang memunculkan pesan
rahasia dengan hanya menampilkan satu huruf semisal P (mewakili Ping sebagai
tanda mengecek apakah yang mau diajak komunikasi sedang online atau tidak).
Salam juga diperas begitu kejam.
Contoh: Ass. Wr. Wb (salam umat Islam). Tentu orang Islam paham bahwa itu
bentuk sederhana dari salam yang lengkap. Sah-sah saja menyingkat begitu
ringkas, tetapi ketika yang diringkas adalah doa berupa tulisan, tentu
kehilangan makna sejatinya. Secara subyektif dapat mengurangi tingkat ketulusan
pemberi salam itu sendiri.
Jd, jk, g, dmn, spt, jl, kmn,
trs, kmd, dan sebagainya adalah bentukan yang tidak bisa disebut sebagai kata.
Aturan mainnya menyatakan bahwa ada beberapa bentukan kata yang diperbolehkan
untuk disingkat seperti: dll, dsb, an, dan sebagainya. Kata yang dimanipulasi
kemudian lebih mirip pada kode (sandi).
Saat diperlakukan demikian kata
kemudian resmi menggugat. Ia menggugat dengan cara menghilangkan makna. Kata
merendahkan diri serendah mungkin agar tak menemukan makna. Kata pada akhirnya
tidak menjadi sakti. Kata bukan lagi doa baik. Kata kehilangan rayu dan
pesonanya. Kata bukan lagi ungkapan cinta. Kata menjadi puzzle. Kata menjadi
sampah. Kata yang demikian ibarat janin yang lahir dan terbuang. Kata kembali
kepada tuhannya dengan wajah sangat menyedihkan.
Lebih jauh kata menggugat dengan
melenyapkan buku. Kata tidak lagi menghasilkan suara dan lagu. Ia akan lebih
banyak memproduksi senyap. Manusia pada akhirnya menjadi setumpuk daging yang
bergerak. Berkomunikasi juga hanya dengan gerak. Burung-burung kehilangan
kicau. Kucing lupa mengeong. Angin diam. Laut beku. Pikiran hanya menampung
darah dan air. Mulut manusia pun dicor.
Sungguh mengerikan ketika kata
menggugat. Kehancuran dan kebinasaan terjadi padahal tuhan mencipta segala
sesuatu dengan kata. Akal manusia juga diwarisi dengan kata. Begitu pula
hatinya bahkan tuhan menurunkan petunjuk berupa kata. Nama, sifat, dan perilaku
adalah kata yang merujuk pada makna. Sungguh, akhir kehidupan pun akan ditutup
dengan kata.
6 Comments
Tulisan yang bermanfaat
ReplyDeleteTerima kasih apresiasinya
DeleteSetelah membaca tulisan ini, saya melihat lebih ke dalam diri. Adakah saya termasuk yang harus jadi sasaran gugatan ini.
ReplyDeleteTerima kasih atas kebermanfaatan tulisan ini.
Hahaha. Di situlah bukti bahwa manusia tempatnya salah dan sampah wkwkwkwk
Delete"... Sungguh, akhir kehidupan pun akan ditutup dengan kata." suka sekali dengan kalimat itu.
ReplyDeleteSemoga kita semua ditutup dengan: Yaa ayyuhan nafsul mutmainnah, irji'ie' ilaa robbki......"
Delete